Bukan kali pertama negara ini geger karena hal-hal mendasar dan penting namun terlupakan. Seakan tidak bercermin pada pengalaman, kali ini isu mengenai pembebanan biaya plastik pada konsumen disoroti negatif oleh masyarakat.
Respon negatif yang dikemukakan dalam jajak pendapat di salah satu radio terkemuka di Jakarta ini, berkisar mengenai protes atas terusiknya kenyamanan rakyat yang selama ini telah menggunakan kantong plastik secara cuma-cuma.
Rakyat merasa bukan kesalahan mereka apabila terjadi peningkatan jumlah sampah plastik. Mereka menganggap ini adalah kesalahan pengelola bisnis (terutama pasar swalayan) yang tidak bertanggung jawab dengan menyediakan kantong plastik, Juga kesalahan produsen kantong plastik karena terus memproduksi kantong plastik. Sehingga pemberlakuan kebijakan ini dianggap tidak relevan selama 'membebani' rakyat. Tak lupa kritikan tajam juga diutarakan kepada pemerintah, yang tidak pernah tegas dalam menangani masalah ini.
Biaya 200 perak per-kantong plastik tidak sebanding dengan total nominal belanja konsumen. Pengenaan biaya ini saya nilai kurang tinggi sebagai upaya preventif. 'nggak greget'.
Rakyat menuntut penutupan pabrik-pabrik plastik demi pelestarian lingkungan. Serta menuntut pemerintah bekerja sama dengan pihak pengelola bisnis untuk mengganti penggunaan kantong plastik kepada kantong berbahan kertas. Kebijakan pemerintah untuk mengenakan biaya pada kantong plastik tidak diapresiasi masyarakat sebagai salah satu langkah kepada pelestarian lingkungan berkelanjutan.
Padahal hulu produksi sampah plastik tidak lain berasal dari pemilik mulut yang sama dengan yang mengutarakan protes atas kebijakan ini.
Saya dapat menyimpulkan bahwa kritikan yang disampaikan atas kebijakan yang tercipta hanya omong kosong saja, konsekuensi dari terusiknya kenyamanan. Rakyat sontak teriak dan menelanjangi kesalahan semua pihak tanpa bersikap introspektif. Bukankah sebelum kebijakan ini dicanangkan, semua berkesempatan berhemat plastik? semua orang diperbolehkan membawa kantong belanja untuk menampung barangnya. Kurangnya inisiatif dari masing-masing pribadi menyebabkan rendahnya partisipasi pengehematan penggunaan plastik.
Respon negatif masyarakat dalam jajak pendapat itu menjadi kenyataan ironis. Betapa inginnya masyrakat melestarikan alam, tetapi tidak siap berkorban demi alam.
Jadi, Apakah anda mau menghemat penggunaan plastik dan menyelamatkan lingkungan atau menghemat uang dan menyelamatkan dompet?